Laman

Kamis, 20 Oktober 2011

Kliping-Kasus Pangkungkarung (4)


21 Oktober 2011 | BP
Konflik Pemekaran Pangkungkarung Berlanjut
Kelompok Kontra Laksana Upacara, Warga Siaga
Tabanan (Bali Post) -

Aksi warga adat Pangkungkarung, Kerambitan, Tabanan yang menuntut pemekaran terus berlanjut. Dipicu satu keluarga kelompok kecil yang menolak/kontra pemekaran menggelar upacara, mereka langsung siaga, Kamis (20/10) kemarin. Warga berkumpul di balai banjar setempat secara spontan. Emosi warga diluapkan dengan menghancurkan sebuah patung pejuang di samping balai banjar.

Aksi ini meletus sejak pagi. Sekitar pukul 09.00 wita, warga bergerak ke luar rumah, lalu siaga di balai banjar. Tujuannya, menghadang pendukung keluarga yang kontra pemekaran yang sedang melasksanakan upacara nyambutin cucu. Aksi ini berhasil. Hingga upacara berakhir, tak satu pun pendukung kelompok kecil muncul. ''Kami hanya mengantisipasi, jangan sampai pendukungnya memenuhi badan jalan milik adat yang tidak berhak dipakai untuk upacara,'' kata Klian Adat Pangkungkarung, Ketut Suidja.

Dia menuturkan, aksi warganya tidak ada seorang pun yang menggerakkan. Mereka kompak berkumpul setelah mendengar ada kelompok kecil yang menggelar yadnya. Pihaknya sempat meminta warga bubar dan kembali beraktivitas. Namun, seluruhnya kompak menolak dan memilih bertahan di balai banjar. Jumlahnya mencapai seratusan orang. Di tempat ini, massa hanya duduk-duduk sambil mengawasi situasi desa. Sebab, posisi keluarga kelompok kecil yang berupacara persis di belakang balai banjar. ''Meski tidak ada aktivitas di jalan adat dari kelompok kecil, warga kami tetap menolak pulang,'' katanya.

Menjelang tengah hari, massa kembali meluapkan emosi dengan menghancurkan sebuah patung pejuang. Empat hari lalu, patung ini sempat dirobohkan oleh warga setempat dan dibiarkan berserakan. Patung ini menjadi sasaran karena dibangun oleh kelompok kecil. Karena patung itu dianggap ilegal, warga berani menghancurkannya.

Hingga kemarin sore, massa tetap bertahan di balai banjar. Menurut Suidja, sejak gagal bertemu Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP), Senin (17/10) lalu, warga memutuskan untuk terus siaga. Setiap harinya, mereka membagi penjagaan dalam tiga kelompok. Dalam satu kelompok minimal 20 orang. Namun, warga justru memutuskan menambah hingga 60 orang. Aksi ini, kata Suidja, untuk mengantisipasi jika ada serangan dari kelompok kecil atau pendukungnya.

Selain bersiaga, kemarin perwakilan warga Pangkungkarung mengecek langsung pengajuan surat audiensi dengan MUDP yang dikirim Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP) Tabanan. ''Suratnya sudah dikirim, kami tinggal menunggu jadwal audiensi,'' kata Suidja dan menambahkan, warganya tetap berharap rekomendasi pemekaran dari Desa Adat Bedha bisa segera diturunkan, sehingga warga bisa beraktivitas di desa pakraman yang baru dengan tenang.

Konflik warga adat Pangkungkarung ini terus memanas sejak bergulirnya pemakaran, beberapa bulan silam. Puncaknya, ketika satu anggota keluarga kelompok kecil yang kontra pemekaran meninggal, 16 September lalu. Warga pro-pemekaran memblokir jalan adat sehingga mayat keluarga kelompok kecil tertahan hingga tiga hari. Emosi warga mereda setelah Wakil Bupati (Wabup) Tabanan Komang Gede Sanjaya dan Kapolres Tabanan AKBP A.A. Made Sudana berhasil mempertemukan MUDP dengan perwakilan warga Pangkungkarung. Karena hasilnya dinilai masih ngambang, warga terus berjuang menuntut pemekaran. (udi)

Sumber:
http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberita&kid=2&id=57859



Tidak ada komentar:

Posting Komentar