Laman

Senin, 12 Desember 2011

13 Desember 2011 | BP
Kisruh Pembagian Retribusi Tanah Lot
Hari Ini, 22 Desa Adat Bertemu Pemkab
Tabanan (Bali Post) -

Gerakan 22 desa adat se-Kecamatan Kediri menuntut kenaikan jatah retribusi Tanah Lot masih berlanjut. Rencananya, Selasa (13/12) ini mereka akan menggelar pertemuan dengan pemkab sekaligus Bendesa Adat Beraban. Warga tetap menagih iktikad baik Bupati agar aspirasinya dikabulkan.

Bendesa Adat Nyitdah yang juga koordinator 22 bendesa adat se-Kediri, Wayan Gindera, menjelaskan pihaknya sudah mengikuti permintaan pemkab agar tak menggelar aksi demo. Sebaliknya, katanya, para bendesa adat akan menagih komitmen pemkab untuk memperjuangkan kenaikan jatah retribusi Tanah Lot. ''Kami sudah menunda demo. Karena itu, kami berharap ada komitmen dan iktikad baik dari Bupati agar usulan 22 desa adat diterima,'' tegasnya, Senin (12/12) kemarin.

Salah satu usulannya adalah menaikkan pembagian retribusi Tanah Lot dari 4,5 persen menjadi 8 persen. Angka 8 persen tersebut, kata Gindera, adalah jalan tengah. Sebelumnya, para bendesa adat meminta jatah 10 persen. Namun tak dikabulkan sehingga diambil keputusan bersama, diturunkan 2 persen. Keputusan itu diambil dalam pertemuan 22 bendesa adat se-Kediri yang dihadiri Camat Kediri dan Kadis Pariwisata Tabanan. ''Intinya, kami sudah mengikuti saran pemkab agar tak berdemo. Sekarang, kita hanya menunggu komitmen pemkab,'' tegas Gindera sembari berharap pemkab tidak akan menawar lagi usulan 8 persen tersebut.

Sementara itu, Bendesa Adat Beraban dr. Wayan Arwata belum bisa dikonfirmasi terkait desakan 22 desa adat di Kediri tersebut. Beberapa kali nomor ponselnya dihubungi, tetap tidak ada jawaban.

Sebelumnya diberitakan, 22 desa adat di Kediri mengancam akan memblokir Tanah Lot. Ancaman itu dipicu pembagian jatah retribusi Tanah Lot yang dituding tidak adil. Jatah yang diterima hanya 4,5 persen (dibagi 22 desa adat), berbeda jauh dengan jatah yang diterima Desa Adat Beraban sebesar 24 persen.

Ancaman bendesa adat ini adalah buntut panjang konflik pengelolaan objek wisata Tanah Lot. Konflik tersebut meletus setelah warga adat Beraban meminta pengelolaan Tanah Lot hanya dilakukan oleh Pemkab Tabanan dan Desa Adat Beraban. Tidak hanya sampai di situ, konflik pengelolaan juga masih memanas di internal warga Beraban. Mereka menolak SK Bupati terkait penunjukan manajer Tanah Lot yang baru. Konflik ini pun belum menemukan titik temu. (udi)


sumber:
http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberita&kid=2&id=59834




Tidak ada komentar:

Posting Komentar