Peranan Desa Pakraman dalam Penyelesaian Perkara di
Luar Pengadilan*)
Oleh: I Ketut
Sudantra
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa kehidupan masyarakat Bali dewasa ini
sangat kompleks, sarat dengan keragaman kepentingan, bahkan penuh persaingan
dengan orientasi hidup yang bersifat materialistik, politik kekuasaan dan
kepuasan-kepuasan duniawi lainnya. Kompleksitas kehidupan masyarakat sekarang
ini tidak saja terjadi di daerah perkotaan yang dikenal sangat heterogen dalam
segala aspek, tetapi juga sudah merambah sampai pada kehidupan masyarakat di
daerah pedesaan. Keragaman kepentingan antar individu atau pun antar kelompok
tidak jarang berbenturan satu dengan lainnya sehingga menimbulkan disharmoni
yang dapat memicu terjadinya konflik-konflik dalam masyarakat. Sebagian dari
konflik tersebut berkembang menjadi sengketa (Siti Megadianty dan Takdir
Rahmadi, 1977:1), terutama bilamana pihak yang merasa dirugikan telah
menyatakan rasa tidak puas atau keperihatinannya, baik secara langsung kepada
pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian atau kepada pihak lain.
Konflik yang terjadi dalam masyarakat di Bali, pada tahun-tahun terakhir
ini menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi. Konflik terbuka seringkali
meletup ke permukaan, baik yang berskala kecil sampai yang berskala besar dalam
wujud bentrok fisik antar kelompok, perusakan, dan pembakaran rumah warga.
Pemicunya beragam, mulai dari kesalahpahaman antara warga kemudian melebar dan
melibatkan komunitas yang lebih luas seperti banjar dan desa pakraman. Persoalan
batas wilayah, politik (lokal, nasional), emosional pemuda, dendam pribadi dan
lain-lain juga merupakan persoalan yang sering menjadi sumber pemicu terjadinya
konflik. Sebagian diantara konflik-konflik yang pernah terjadi diidentifikasi
sebagai konflik adat atau “diklaim” sebagai konflik adat, karena melibatkan
masyarakat adat (warga banjar). Tidak jarang juga, konflik yang terjadi
merupakan konflik berkepanjangan, lanjutan dari konflik-konflik yang telah
terjadi sebelumnya yang tak pernah terselesaikan dengan tuntas.
Baca versi lengkap tulisan ini:
- Mengapa berperkara di luar pengadilan?
- Apakah Desa Pakraman Berwenang Menyelesaikan Perkara?
- Mekanisme Tradisional dalam Penyelesaian Perkara
- Hubungan Adat dan Dinas dalam Penyelesaian Perkara
*) Versi lengkap tulisan ini dimuat dalam buku: “Wicara
lan Pamidanda: Pemberdayaan Desa Pakraman dalam Penyelesaian Perkara di Luar
Pengadilan”, (Editor: I Ketut Sudantra dan AA Gede Oka Parwata), yang
diterbitkan oleh Udayana University Press, 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar