Laman

Rabu, 21 September 2011

Desa Pakraman dan Penduduk Pendatang

PENGATURAN PENDUDUK PENDATANG DALAM AWIG-AWIG DESA PAKRAMAN
Oleh: I Ketut Sudantra

Fakultas Hukum Universitas Udayana
 
Abstract
The problems that caused by migrant have been felt nowadays disturbing the
comfort of Balinese community. Because that, many step have been taken, by both
of government and Balinese traditional organization of desa pakraman. In
common, desa pakraman has been regulated this migrant matter on an adat
regulation of awig awig. Even if the models and substances of the migrant
regulation are varying, one common principle on awig awig desa pakraman is the
principle of balance between the rights and obligations of the migrants that live
on domain of desa pakraman.
Keywords: awig awig, desa pakraman, migrants, tamyu


PENDAHULUAN
Sesungguhnya, sudah lama orang-orang (pendatang) hadir di Bali, baik
untuk tujuan menetap atau sekadar datang untuk sementara (musiman) karena
melakukan suatu perjalanan. Sejarah mencatat, rombongan Maharsi Markandya
telah datang ke Bali sekitar abad ke-9 untuk membuka hutan dan membangun
desa-desa pakraman. Sejarah juga mencatat kedatangan orang-orang muslim yang
”diundang” dan dimanfaatkan oleh raja-raja Bali karena keahliannya yang
kemudian dilokalisasi dikawasan tertentu, seperti sekarang dapat dilihat di Desa
Saren (Buda Keling Karangasem), Pegayaman (Buleleng), Kepaon (Denpasar).
Sejarah kepariwisataan Bali juga mencatat pendatang-pendatang asing pertama
yang datang ke Bali untuk berwisata, mulai dari rombongan Cornelis de Houtman
(1597), van Kol (1902), sampai kemudian Bali ramai dikunjungi wisatawan asing
setelah beroperasinya kapal perusahan pelayaran milik pemerintah Belanda
Koninklijk Paketvart Maatschapij tahun 1920. Fakta-fakta sejarah tersebut
menunjukkan bahwa persoalan penduduk pendatang di Bali sesungguhnya
bukanlah suatu hal yang baru.
Pada masa lalu, kehadiran pendatang-pendatang ke Bali barangkali belum
menjadi suatu masalah. Tetapi, belakangan ini serbuan penduduk pendatang
dengan beragam latar belakang, etnis, profesi, dan tujuan, telah menjadi
permasalahan tersendiri yang cukup kompleks bagi Bali, terutama di daerah
perkotaan. Berbagai permasalahan kependudukan dengan dampak ikutannya
seperti kepadatan penduduk yang terus meningkat, pengangguran, kriminalitas,
prostitusi, penyalahgunaan narkoba, dan sebagainya telah mengganggu
kenyamanan orang Bali sendiri. Pemerintah sendiri tampaknya tidak bisa berbuat
banyak untuk menghadapi penduduk pendatang ini. Berbagai langkah telah
dilakukan, mulai dari mewajibkan penduduk pendatang mempunyai kartu
identitas khusus bagi penduduk pendatang (KIPS/STPPTS) dengan biaya yang
cukup tinggi sampai langkah-langkah penertiban yang sudah sering dilakukan,
tetapi persoalan penduduk pendatang masih sulit untuk diatasi. Dalam kondisi
demikian, orang mulai melirik kepada peranan desa pakraman dalam penanganan
penduduk pendatang. Desa pakraman dengan awig-awignya sering dianggap
sebagai ”dokter segala macam penyakit” yang dapat menangani segala macam
persoalan yang terjadi diwilayahnya. Walaupun orang waras manapun pasti tidak
setuju dengan anggapan tersebut, tampaknya masuk akal bila diadakan kajian
khusus mengenai bagaimana desa pakraman mengatur masalah penduduk
pendatang. Kajian ini penting, sebab sesuai konsep ”wilayah Bali dibagi habis
oleh wilayah-wilayah desa pakraman –kecuali pada kantung-kantung pemukiman
non-Hindu” maka hampir 99% penduduk pendatang yang datang kewilayah
Provinsi Bali dipastikan juga akan menjamah wilayah-wilayah desa pakraman.
Tentu saja desa pakraman sangat berkepentingan untuk mengatur persoalan ini
untuk mewujudkan tujuan desa pakraman itu sendiri, yaitu kasukertan desa sekala
niskala (ketertiban dan ketentraman di desa)
Tulisan berikut mencoba mengkaji kewenangan desa pakraman dalam
mengatur masalah penduduk pendatang dalam awig-awignya, model dan
substansi pengaturannya. Tulisan ini didasarkan pada penelitian kepustakaan
dengan meneliti bahan-bahan hukum yang relevan, khususnya awig-awig desa
pakraman yang ditelusuri dengan teknik bola salju.

Selengkapnya lihat: PIRAMIDA, Jurnal Kependudukan dan Pembangunan Sumber Daya Manusia 
Vol IV No 1 Juli 2008
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/5_%20naskah%20sudantra.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar