Laman

Kamis, 06 Oktober 2011

Ada-ada Saja (2)


Jadi Sengketa 
Tapal Batas Muntig-Batudawa Status Quo

Amlapura (Bali Post) -
Alur tukad (sungai) Linggah yang selama ini diklaim pihak Desa Pakraman Batudawa sebagai tapal batasnya dengan Desa Pakraman Muntig, Perbekelan Tulamben, Kubu, Karangasem, dinyatakan status quo (dilarang ada aktivitas). Hal itu disepakati dalam pertemuan kedua belah pihak yang dimediasi Wakil Bupati Karangasem, Made Sukerana, Kamis (6/10) kemarin di kantor Camat Kubu. Pertemuan dihadiri pihak Desa Batudawa di antaranya Klian Desa I Gede Siden. Sementara dari pihak Muntig, hadir Klian Desa Jero Mangku Puspa. Juga hadir Dandim 1623, Kapolres Karangasem, AKBP Jefri Torunde, serta Kepala Kantor Pertanahan Karangasem, Ari Mahkota.

Pada pertemuan kemarin, kedua pihak menyepakati alur sungai itu dinyatakan status quo. Galian C dengan alat berat maupun secara manual di sepanjang alur sungai yang menurut pihak Batudawa merupakan tapal batas kedua desa, tidak diperbolehkan sampai ada keputusan mengenai tapal batas kedua desa. Namun untuk galian C manual terutama untuk dipakai sendiri di lahan yang dikerjakan atau lahan hak milik warga, masih diperbolehkan.

Wabup Sukerana menyampaikan, agar perselisihan itu tak sampai berlarut-larut dan dikhawatirkan menambah runyam, paling lambat tahun 2012 sengketa tapal batas itu diyakini bakal bisa dituntaskannya. Sementara untuk menekan sengketa antardesa di Karangasem gara-gara tapal batas, berturut-turut pada APBD 2012, 2013, dan 2014 bakal dialokasikan anggaran.

Di semua desa bakal dibuatkan tapal batas yang dilengkapi dengan titik koordinat.

Kepala Kantor Pertanahan Karangasem, Ari Mahkota, menyampaikan pada April 2007 sudah ada program nasional agraria (prona) penyertifikatan lahan warga di kedua desa itu. Saat itu, para klian banjar dinas hadir sebagai saksi saat pengukuran tanah.

Dikatakannya, di dekat lokasi yang menjadi sumber perselisihan kedua desa pakraman itu sebenarnya juga sudah ada tapal batas kepemilihan tanah warga. Diakuinya, tapal batas tanah antarwarga memang masih banyak menggunakan tanda cat putih di atas batu. Bisa saja batas tanah itu dipakai referensi tapal batas desa. Cuma, dia menyerahkan kepada warga dan pemerintah, apakah tapal batas tanah milik warga dalam prona itu bisa dipakai referensi atau tidak guna menentukan tapal batas desa itu.

Kasus tapal batas desa itu kembali mencuat setelah pihak Desa Muntig mengerahkan alat berat untuk mengambil batu-batu di sungai itu. Menurut pihak Muntig, batu itu dijual dan hasilnya dipakai untuk pembangunan di Pura Desa Muntig. Namun, pihak Batudawa keberatan karena pengambilan batu-batu besar di sungai yang menjadi tapal batas kedua desa dikhawatirkan menyebabkan bencana alam banjir dan dampaknya bakal merugikan wilayah Batudawa bagian selatan. (013)

Sumber:
http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberita&kid=2&id=57295

Tidak ada komentar:

Posting Komentar